Perusahaan Groupon diluncurkan pertama kali di Chicago, Amerika Serikat pada November 2008 oleh Andrew Mason. Pencetus ide Groupon ini membangun sistem mekanisme media untuk membangun hubungan antara produsen dengan konsumen dengan membentuk sebuah komunitas online. Cara yang dilakukannya terbilang menarik, yaitu dengan memberikan penawaran promo atau diskon.
Groupon
yang merupakan singkatan dari Group Coupon merupakan sebuah situs jaringan yang
menyediakan penawaran promo produk atau jasa tertentu dalam bentuk voucher yang
dapat ditukarkan di perusahaan lokal. Basis dari Groupon sendiriadalah situs daily
deals atau transaksi harian yang menawarkan diskon yang dikeluarkan secara rutin
setiap harinya. Groupon juga menerapkan adanya batas 17waktu
dalam setiap penawaran atau limited time offeryang juga harus diperhatikan untuk
mendapatkan kupon promo. Misi dari Groupon sendiri seperti yang dilansir dari Facebook
Fanpage Groupon (http://www.facebook.com/groupon/info, diakses 27 Agustus2012),
berbunyi sebagai berikut “connecting the highest quality businesses and the
world's best customers, featuring new ways to explore your city”.
Perusahaan
Groupon bekerja sama dengan lebih dari 250.000 bisnis perusahaan atau merchant untuk
memberikan diskonsecara besar-besaran bahkan lebih dari 50% kepada para
konsumennya. Setelah debut pertamanya di Chicago, Groupon kemudian berekspansi
ke sejumlah kota, yakni Boston, New York, dan Toronto.
Pada
Oktober 2010, Groupon melayani lebih dari 150 pasar di Amerika Utara dan 100 pasar di Eropa, Asia, dan Amerika
Selatan serta tercatat memiliki 35 juta pengguna yang terdaftar. Pasar Groupon
paling banyak diisi oleh konsumen wanita, dengan transaksi yang berfokus pada
kategori kesehatan, fitness, dan kecantikan. Menurut data dari The Wall
Street Journal (2011), perusahaan Groupon memiliki 51 juta orang yang berlangganan
e-mail Groupon untuk mendapatkan informasi transaksi harian pada tahun 2011 dan
memperkirakan akan meningkatkan jumlahnya sebanyak tiga kali lipat pada akhir
tahun.
Groupon
telah menjangkau 500 kota di 48 negara dengan banyak anak perusahaan asing di
seluruh dunia. Semua nama brand perusahaan asing yang 18diakuisisi
telah diubah menjadi Groupon setelah diambil alih. Salah satunya adalah PT
Disdus dari Indonesia, yang telah diakuisisi dan berganti nama menjadi Groupon Disdus
(Groupon Indonesia).
Sejarah Groupon Disdus
PT Disdus pertama kali diperkenalkan oleh Jason Lamuda
dan Ferry Tenka. Kedua founder PT Disdus ini mendapat inspirasi dari situs
Groupon yang tengah berkembangpada tahun 2008 di Amerika. Melihat tingginya potensi
dalam bisnis penyedia diskon, ide tersebut dibawa ke Indonesia dan pada tanggal
11 Agustus 2010 didirikanlah PT Disdus–“Diskon Dahsyat Untuk Kita Semua”. Konsep
bisnis PT Disdus disebut dengan social commerce, yakni PT Disdus menjual
berbagai penawaran dengan harga yang lebih murah, namun penjualannya dalam
jumlah banyak, kurang lebih 1.000 -2.000 jenis barang dan jasa tiap minggunya(Wartaekonomi,2012).
Terhitung
dari April 2011, PT Disdus merupakan bagian dari perusahaan raksasa Groupon.
Dilihat dari perspektif PT Disdus, pengakuisisian ini ditujukkan untuk menambah
modal sehingga dapat meningkatkan layanan dan penjualannya. Sedangkan, seperti
dilansir dari SWAOnline(2011), Groupon mengajukan akuisisi untuk dapat masuk ke
pasar Indonesia. Sejak bersatunya kedua perusahaan tersebut, PT
Disdus berganti nama menjadi Groupon Disdus (Groupon Indonesia). Perkembangan
Groupon Disdus pun sangat luar biasa, tercatat dari sebelum diakuisisi sampai
dengan bulan pertama setelah diakuisisi, revenue berkembang empat kali lipat. Seperti
yang dilansir dari Wartaekonomi (2012), hingga pertengahan tahun ini, target
growthnya sebesar 20 –30% per bulan dan selama empat sampai lima bulan ke
belakang, Groupon Disdus telah memenuhi target pertumbuhan sebesar itu.
Groupon
Disdus kini telah melebarkan sayap untuk mengembangkan layanan ke beberapa kota
besar di Indonesia, Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Bali. Selain bekerja sama
dengan banyak merchant yang di Indonesia, Groupon Disdus juga telah melakukan
kerjasama dengan merchant di empat negara tetangga,yakni Singapura, Malaysia,
Vietnam dan Thailand.
Berikut ini adalah artikel yang dibuat oleh yahoo untuk mengetahui lebih dalam mengenai Co-founder Disdus Indonesia:
Co-founder Disdus: Anda bisa sukses di industri manapun!
Jason Lamuda (gambar di kanan) adalah salah satu orang yang jarang hadir di acara networking di Indonesia. Tapi semua orang tetap mengenalnya karena kesuksesan yang ia dirikan bersama co-foundernya: website daily deal Disdus, yang diakuisisi oleh Groupon di tahun 2011, dan website e-commerce fashion wanita BerryBenka yang berhasil memperoleh investasi seri B akhir tahun lalu.
Jason adalah salah satu dari banyak orang Indonesia yang keluar dari negaranya sendiri karena ke
rusuhan di tahun 1998. Ia melanjutkan studinya di Singapura dan kemudian mengikuti jejak saudara-saudaranya yang melanjutkan studi di Amerika.
Jason mengambil kuliah teknik kimia di Purdue University karena
berdasarkan riset yang ia lakukan, lulusan teknik kimia cenderung digaji
tinggi. Ia saat itu sama sekali tidak memikirkan akan mendirikan bisnis
sendiri.
Selama di Amerika, ia kagum bagaimana teknologi bisa mengubah tatanan
hidup masyarakat. Ia sendiri sering menggunakan layanan online seperti
Amazon. Jason juga kagum dengan orang-orang yang mendirikan perusahaan
yang mampu mengubah dunia. “Para founder ini merupakan orang-orang dari
latar belakang yang berbeda; ada yang miskin, ada yang kaya, ada juga
yang tidak begitu tahu banyak mengenai teknologi. Tapi mereka bisa
sukses dan mengubah dunia menjadi lebih baik,” kata Lamuda.
Dari situlah Jason menumbuhkan antusiasme untuk mendirikan perusahaan
teknologinya sendiri. Ia menyelesaikan kuliah S2 jurusan teknik
finansial di Columbia University di tahun 2008, dan mendapat dua tawaran
pekerjaan: satu di Wall Street di Amerika, dan satu lagi di McKinsey di
Indonesia. Yakin bahwa peluang untuk menjadi entrepreneur di negara
asalnya jauh lebih besar, ia akhirnya kembali ke Indonesia.
Gagal di startup pertamanya
Jason menghabiskan waktu selama dua tahun bekerja di McKinsey Indonesia sebelum akhirnya ia merasa bahwa sudah saatnya untuk berpindah. “Persaingan di industri teknologi di Amerika sangatlah ketat, (tapi) ketika saya kembali ke Indonesia, (dunia) internet masih merupakan hal baru di sini.”
Ia kemudian mengajak teman kuliahnya, Ferry Tenka, yang saat itu
sedang bekerja di Amerika, untuk kembali ke Indonesia dan memulai
sesuatu yang baru dengannya. Keduanya kemudian berhenti dari pekerjaan
masing-masing dan mendedikasikan dua sampai tiga tahun untuk menguji
apakah startup mereka sukses atau tidak. “Jika tidak sukses, maka kami
masih bisa kembali mencari pekerjaan.”
Hanya bermodalkan semangat untuk memulai bisnis online, keduanya
akhirnya mendaftar di kursus kilat pemrograman. “Tidak satupun dari kami
tahu cara membuat sebuah website,” kata Jason sambil tersenyum. Mereka
akhirnya mengerti dasar-dasar pemrograman, tapi tetap merasa bahwa
mereka belum cukup ahli untuk membuat sebuah website sendiri.
Ide pertama dari Jason dan Ferry adalah Citzel, sebuah layanan
berbasis lokasi yang terinspirasi dari Foursquare dan Yelp. bagaimana
keduanya membuatnya? Mereka merekrut “guru” mereka sendiri yang
mengajarkan mereka HTML di kursus kilat.
Layanan ini berjalan selama enam hingga tujuh bulan tapi tidak
mendapatkan traksi yang bagus dari pengguna. “Awalnya kami ingin memulai
antara Citzel atau Disdus. Kami memilih Citzel karena model bisnisnya
tampak lebih seru bagi kami saat itu.”
Monetisasi Citzel bergantung pada perusahaan yang mau memasang iklan
di platform mereka. Berkat Citzel, mereka berhasil membangun database
merchant yang luas. Database ini terbukti sangat berguna ketika keduanya
memutuskan untuk melakukan “pivot” dan mengganti model bisnis mereka
menjadi daily deal Disdus. Website Disdus diluncurkan di bulan Agustus tahun 2010.
Diakuisisi hanya dalam waktu setengah tahun

Jason dan Ferry datang ke toko para merchant satu per satu untuk memperkenalkan ide daily deal mereka. Keduanya sempat mempresentasikan Citzel kepada East Ventures (EV) dan ditolak. Tapi VC ini yakin pada Disdus. EV berinvestasi pada Disdus pada bulan November tahun 2010, hanya tiga bulan setelah website tersebut diluncurkan. Jason dan Ferry mendapat bimbingan dari tim EV dan juga Andrew Darwis, founder Kaskus — forum online terbesar Indonesia.
Semuanya semakin baik dari situ. Disdus memulai pembicaraan dengan
Groupon di bulan Februari 2011 dan akhirnya diakuisisi di bulan April.
Sebelumnya, Jason dan Ferry mempelajari semuanya sendiri, mulai dari
bagaimana menjalin kerja sama dan menghasilkan uang, dan bagaimana
melakukan promosi online. Tapi berkat Groupon dan meeting telepon mingguan dengan mereka, keduanya memperoleh banyak bimbingan bagaimana menjalankan bisnis online berkelas dunia.
Setelah satu setengah tahun di Groupon Indonesia, Jason dan Ferry
keluar dari perusahaan untuk memulai dominasi mereka di industri
e-commerce Indonesia. Jason bergabung dengan BerryBenka, sebuah bisnis
yang didirikan oleh pacarnya (yang sekarang sudah menjadi istri),
Claudia Widjaja, sementara Ferry mendirikan website e-commerce bayi
bernama Bilna.
Keduanya masing-masing memegang saham di kedua perusahaan dan bekerja
di gedung kantor yang sama. Mereka juga memperoleh investasi dari East
Ventures.
Ada banyak ruang bagi entrepreneur di Indonesia
Jika Anda bertanya apakah masih ada tempat untuk entrepreneur baru
yang ingin terjun ke ranah internet di Indonesia, Jason menjawab ya.
“Selalu ada celah untuk mengincar pasar dan orang yang berbeda bahkan
jika Anda membuat produk yang mirip [dengan yang sudah ada],” katanya.
“Bahkan bisnis seperti menjual kopi juga bisa sukses. Di luar sana
pastinya ada kesempatan dan Anda bisa sukses di industri Anda. Tingkat
kesuksesan Anda mungkin tidak akan sebesar website e-commerce seperti
Amazon yang menjual segala hal, tapi Anda masih bisa menghasilkan uang
[dari bisnis Anda].”
Jason menambahkan bahwa entrepreneur sebaiknya lebih memiliki
pertimbangan sebelum memutuskan industri mana yang akan mereka masuki.
“Ketika akan memilih bisnis apa yang akan saya jalankan, saya selalu
melihat dua hal. Pertama, siapa saja pemain yang sudah ada di industri
tersebut, dan kedua, hal berbeda apa yang bisa saya tawarkan kepada
pengguna. Saya tidak melakukan banyak riset panjang mengenai besarnya
pasar [yang akan saya masuki]. Saya hanya mencari gambaran besar pasar
tersebut dan langsung mulai dari sana,” jelasnya.
“Pasar Indonesia masih sangat muda. Orang-orang kaya yang sekarang
ada di majalah seperti Forbes adalah mereka yang menjalankan bisnis
tradisional seperti tambang minyak dan gas. Kesempatan hadirnya milyuner
internet di Indonesia sangatlah besar.”
Di kuartal kedua tahun ini, BerryBenka akan sangat sibuk karena
mereka berencana untuk membuka segmen fashion pria dan juga produk hijab
untuk wanita muslim.


Mantap banget informasinya! komplit dan bermanfaat terutama bagi pencari promo groupon indonesia. Terima kasih..
ReplyDelete